14 Mei 2009

Ha Na Ca Ra Ka, Huruf Jawa: Riwayatmu Kini

(Tulisan ini pernah aku posting di blogku sendiri http://herparingan.blogspot.com)

Ha na ca ra ka; hana caraka; ada utusan. Ah kemanakah para utusan itu sekarang?
Sesekali aku jalan-jalan ke blog orang-orang dari wilayah-wilayah asia semacem Thailand, Champa (Khmer); ada yang tiba tiba menyeruak dari kedalaman jiwaku. Dari kedalaman jiwa seorang Jawa. Hari ini aku sudah tidak bisa lagi membaca rangkaian kalimat yang tersusun dari huruf-huruf milik kami, orang jawa.

Dulu, ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, pak guru dan ibu guruku begitu rajinnya mengajarkan aku membaca dan menulis huruf jawa. Sampai kemudian aku pun bisa menuliskannya dengan lancar. Membacanya pun aku tidak ada halangan. Bahkan sampai aksara murda sekalipun. Tapi kini aku seperti menjadi orang lain ketika harus membaca tulisan-tulisan itu.

Hari ini, ketika aku tidak mampu lagi membaca hurufku. Aku mencoba untuk menelusuri di internet tentang huruf-huruf jawa. Aku dapat salah satunya di http://en.wikipedia.org/wiki/Javanese_script , kemudian dari sini aku mendapatkan http://www.omniglot.com/writing/javanese.htm , dan dari sini aku mendapatkan http://www.joglosemar.co.id/hanacaraka/hanacaraka.html. Cukup banyak, tapi yang cukup berkesan adalah ketika aku bertanya sama paman google, aku selain mendapatkan yang di wiki tadi, aku juga dapet http://www.ancientscripts.com/javanese.html. Kenapa begitu menarik? Sangat menarik karena di halaman ini disebutkan bahwa hana caraka masih dipakai sampai saat ini. Ya memang, tapi itu hanya sebatas untuk nama jalan, beberapa papan nama, nama bis kota di beberapa wilayah seperti Yogya dan Solo. Apakah pak dan bu guru mengajari huruf ini dulu cuma agar kita bisa menulis nama jalan, nama bis dan papan nama menggunakan huruf jawa?

Aku ngiri sama orang Khmer, orang Thai. Mereka masih punya identitas dengan menggunakan alat berkomunikasi yang diciptakan oleh nenek moyang mereka. Mereka masih bisa menggunakan huruf-huruf yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Dan di saat yang sama mereka masih mampu pula berkomunikasi dengan alat yang mereka pinjam dari bangsa asing. Mereka bisa memakai huruf latin. Semetara aku hanya bisa berhadapan dengan huruf warisan moyangku persis seperti saat aku berhadapan dengan benda-benda fisik yang bergeletakan di ruangan-ruangan musium.

Ah, huruf jawa, maafkan aku yang menyayangimu tetapi juga telah melupakanmu.

Aku Alergi?

Senin siang sampai di Jayapura. Mampir ke BPD Papua setor muka sambil nganter 2 mesin AIX segede anak kebo, salam-salim cengar-cengir; biar dikira ramah. Ritual selamat datang dan ketuk pintu selesai, cabut ke hotel. Istirahat.
Jam 5 sore (waktu sini, papua) berangkat lagi ke kantor (BPD). Beres-beres ruangan buat kerja. Nyiapin semuanya.

Jam makan malam rombongan diajak sama tuan rumah makan malam di warung tenda di deket ruko. Buset, rombongan 7 orang meja penuh makanan. Padahal kita cuma mesen satu ekor ikan masing-masing. Cuma yang datangnya macem-macem. Entahlah aku bukan pengamat kuliner. Aku makan ikan bubara atau orang juga sebut ikan kue. Seekor! Hik hik hik, kalo di rumah seekor ikan kue yang aku makan bisa buat dikeroyok sama anak-anak. Tapi berhubung saat itu aku bertugas sebagai tamu maka ya aku harus habisin. Cuma yang pasti aku cocok banget sama ikan bakar di Papua ini. Cocok karena ikan bakar di sini ya bener-bener dibakar doang. Bumbu di pisah dalam mangkok-mangkok. Gak kaya di Jakarta pada umumnya yang ikan bakarnya kadang-kadang gak berasa ikannya. Lebih berasa bumbunya. Nah di Papua ini, ikan bakar tiba-tiba jadi makanan favoritku. (Sebenarnya aku pingin udang. Tapi ngeliat udangnya dah pada pucet, aku urung ngambil udang).

Setelah makan, dengan semangat kekenyangan kami kembali ke hotel, dengan semangat kekenyangan aku masuk kamar dan mencoba untuk sebentar menonton televisi, tapi ternyata tak mampu. Karena cape dalam semalaman tidak tidur, aku tidur puas malam itu.

Pukul 6 waktu setempat (atau pukul 4 kalo di mBogor), aku bangun. Seger rasanya, karena udah kesiangan aku buru sholat dan mandi. Selesai mandi, si Said, kawan sekamarku bilang kalo udah ditunggu sama kawan yang lain di buffet. Aku buru ke buffet. Dan, apa yang kemudian aku temui di sana kawan? Ternyata yang lain sudah gak ada. Karena aku pikir,udah pada ke kantor, aku telpon Tatang (penanggung jawab project Papua). Ya elah, masih di kamar dia. Ya sudah lah, akhirnya sambil nongkrong di depan hotel sambil aku cabut samsu item yang biasanya hanya aku isep kalo lagi ke site seperti saat ini. Sambil melihat geliat aktifitas pagi penduduk Jayapura kunikmati racun yang terselip diantara jemariku. Sesaat kemudian ada seorang anak jual koran. Entah apa nama koran itu yang pasti koran lokal. Aku pengin tahu berita lokal. Kupanggil anak itu dan kutanya berapa harga koran itu. Pengin tahu berapa harga koran itu? Enam Ribu rupiah atau kalo make angka ditulis Rp. 6.000,00. Ck-ck-ck! Krena aku memang orangnya pelit, akhirnya aku pun urung beli koran. Wong kalo di mBogor aja buat menemani perjalanan ku ke kantor, paling aku beli Koran Tempo yang student rate. Harganya pernah cuma serebu perak, tapi kini naik jadi serebu limaratus perak atau ditulis angka Rp. 1.500,00. Pukul 7:30 kami menikmati makan pagi dan pukul 8:15 kami ke kantor. Jalan kaki. La wong cuma 150an meter doang je.

Hari pertama ini, aku mulai install-install applikasi dan penyesuaian database engine yang akan dipakai. Ngerjain apa aja gak aku ceritain lah, terlalu teknis nantinya. Singkat kata, waktu makan siang kami diajak mengeroyok rumah makan di deket pantai. Rumah makan punyanya koperasi angkatan laut kalo gak salah. Tapi, ah... Yang kayak gini nih yang aku gak demen. Susah aku cari yang bisa masuk. Tapi, aih itu ada udang gede-gede. Cuma kok tumpukannya agak lumayan banyak ya? Gak seperti yang lain yang relatif dah mau abis. Tapi gak apalah, siapa tahu emang nyediannya banyak. Aku ambil 2 buat nemenin nasi. Cuma, ini udang kok rasanya agak sedikit gatal ya? Ah biarlah gak gatel banget inih. Selesai makan kami kembali ke kantor. Nerusin nguli.

Sore. Salah satu karyawan BPD yang kebetulan juga eks kantor kami, ngajak jalan ke mall di Jayapura. Ah, ada juga mall di Jayapura kota. Mall itu namanya Sagu. Kami mampir di food court di Sagu. Yah lumayan rame lah. Aku hanya pesen juice, karena ada acara makan malam juga ni malem. Selesai minum juice, ini perut rasanya kok berontak. Aku bersegera ke kamar kecil. Selesai dari kamar kecil, ternyata siksaan masih belum hilang juga. Mendadak seluruh tubuh berasa gatal-gatal dan panas. Terutama muka. Aku akhirnya memaksa teman untuk segera balik ke hotel.
Dalam perjalan aku sempatkan untuk mampir ke apotik. Beli CTM satu strip, Rp. 1.000,00 cukup murah. Sampai di hotel aku minum 2 tablet. Tapi, gatel belum reda juga. Dan ketika berkaca aku lihat mukaku memerah. Bah, apa pula ini. Dan gatal-gatal semakin menyiksaku. Akhirnya atas saran teman aku ke dokter. Ah, biarlah, meskipun dulu (11 tahun lalu) pernah mengalami hal sama dan aku hadapi tanpa ke dokter, tapi kalo ini beda situasinya. Meskipun serangan waktu itu lebih kejam, bahkan kulit nyaris seperti melepuh. Tapi dulu cuma di Cirebon, dan sekarang ini ada di Papua. Dan, dulu aku masih mahasiswa, kini aku udah punya keluarga. Ya sudahlah, paling berapa sih ke dokter. Ditemani Tatang dan Said aku pergi ke dokter. Dokter umum, namanya pak Asnawi baru lima bulan di Papua. Seorang dokter tentara yang sedang ditugaskan di Papua. Dasar dokter kuno, aku disuntik. Dah lama banget aku gak disuntik. Ya, sekali-kali gak apalah aku disuntik. Jasa dokter dan suntik, Rp. 65.000,00. Doter kasih resep untuk ditebus di apotek bawah. Karena merasa udah minum CTM dan disuntik pula, aku berniat nebus separo aja obatnya. Takut gak keminum. Tapi tukang apotiknya bilang, nanti coba liat dulu. Begitu dah selesai menyiapkan obatnya, aku disuruh bayar Rp. 202.000,00. Ya elah..., obat macam apa sih kok sampe segitu mahal? Aku nanya lagi boleh separo gak? Eh itu tukang apotik bilang, gak bisa karena obatnya racikan dan udah diracik. Dalam hati aku nggrundel, sialan juga nih orang. Tadi katanya nanti liat dulu, gak tahunya langsung dibikinin semua. Ya sudahlah, dengan berat hati aku keluarkan juga uang Rp. 202.000,00. Gimana gak berat hati, la wong kalo di mBogor aku gak pernah berobat sampe semahal itu. Yah, makan udang gratis, ke dokternya abis Rp. 267.000,00. Cuma, aku harus pinter ambil hikmahnya, bahwa pada dasarnya obat yang dikasiin itu buat jaga-jaga kalo-kalo nanti makan crustacea yang potensial bikin gelinjangan kegatelan. Ha ha ha ha..., alergi itu mahal juga ternyata........

13 Mei 2009

Papua

Dulu namanya Irian Jaya, entah karena apa aku juga gak ngerti sekarang namanya Papua. Tapi apalah arti sebuah nama, begitu kata buyutku; shakespeare.
Perjalanan ke Papua bagiku masuk perjalanan yang cukup melelahkan, dan kata temen; latihan umroh. La, total 7 jam. Bukan lama di atas yang bikin keki, naik turunnya itu; hmmm..... sakit ni kuping.
Berangkat jam 23:30 dari cengkareng, nyampe Bali sekitar jam 2an waktu setempat. lanjut ke Timika. Ah perjalanan yang menakjubkan ketika melintasi langit Denpasar sampai Timika, terutama ketika menjelang matahari terbit. Allahu Akbar, Subhanalloh, kayaknya aku dah nyampe Saturnus, ha ha ha... Hamparan awan yang luas ditimpa sinar lembayung mentari menjelang fajar, disela awan cumulus yang memberi kesan seakan bukit menjulang. Sungguh suatu pemandangan yang indah. Menengok ke bawah, ada pulau-pulau kecil (aku tak tahu namanya) yang disabuki sabuk biru (pantai pasir putih?), Ah suatu keindahan yang lain.
Mendarat di Timika, rehat beberapa menit. Poto sebentar di ban raksasa milik hiasan pengasih Freeport, naik lagi menuju Jayapura. Ah pemandangan yang menyedihkan. Karena dah siang aku bisa jelas liat ke bawah. Dan ah... pemandangan kubangan lumpur yang mungkin lebih luas dari lumpur lapindo langsung terhidang ketika pesawat berputar arah ke arah Jayapura. Dan dari langit Timika, aku mencari sungai yang berair, sulit sekali. Lumpur dan hanya lumpur.
Penerbangan ke Jayapura, ada hamparan bukit-bukit yang dikerumuni vegetasi liar yang kami lintasi, tapi ada pula karang terjal berwarna hitam. Ah inilah papua, hutannya relatif masih perawan, dan aku pikir belum semua titik pernah disingahi manusia.
Mendarat di sentani masih aku lihat keistimewaan tanah papua. Ada perbukitan yang hanya ditumbuhi rumput liar. Persis seperti perbukitan di pelem-pelem hercules, xena dan pelem-pelam masa lalu lainnya. Dan lebih istimewa ketika sampe jayapura. Kota di lembah dan dikelilingi perbukitan. Ketika hujan, meskipun ada di pantai bukit-bukit itu sering diselimuti kabut.
Dan kemudian aku mulai mengerjakan tugasku di Bank Papua.

11 Mei 2009

NASEHAT DARI AKSARA JAWA

Oleh : BRM Panji Anom Resiningrum


Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya merupakan sabda pangandikanipun) dari Tuhan YME di tanah Jawa.

A. Pembukaan Huruf Jawa

1. Huruf Ha

Berarti ‘hidup’, atau huruf berarti juga ada hidup, sebab memang hidup itu ada, karena ada yang menghidupi atau yang memberi hidup, hidup itu adalah sendirian dalam arti abadi atau langgeng tidak terkena kematian dalam menghadapi segala keadaan. Hidup tersebut terdiri atas 4 unsur yaitu:

a. Api
b. Angin
c. Bumi
d. Air

2. Huruf Na

Berari ‘nur’ atau cahaya, yakni cahaya dari Tuhan YME dan terletak pada sifat manusia.

3. Huruf Ca

Berarti ‘cahaya’, artinya cahaya di sini memang sama dengan cahaya yang telah disebutkan di atas. Yakni salah satu sifat Tuhan yang ada pada manusia. Kita telah mengetahui pula akan sifat Tuhan dan sifat-sifat tersebut ada pada yang dilimpahkan Tuhan kepada manusia karena memang Tuhan pun menghendaki agar manusia itu mempunyai sifat baik.

4. Huruf Ra

Berarti ‘roh’, yaitu roh Tuhan yang ada pada diri manusia.

5. Huruf Ka

Berarti ‘berkumpul’, yakni berkumpulnya Tuhan YMEyang juga terletak pada sifat manusia.

6. Huruf Da

Berarti ‘zat’, ialah zatnya Tuhan YME yang terletak pada sifat manusia.

7. Huruf Ta

Berarti ‘tes’ atau tetes, yaitu tetes Tuhan YME yang berada pada manusia.

8. Huruf Sa

Berarti ‘satu’. Dalam hal ini huruf sa tersebut telah nyata menunjukkan bahwa Tuhan YME yaitu satu, jadi tidak ada yang dapat menyamai Tuhan.

9. Huruf Wa

Berarti ‘wujud’ atau bentuk, dalam arti ini menyatakan bahwa wujud atau bentuk Tuhan itu ada dalam manusia yang setelah bertapa kurang lebih 9 bulan dalam gua garba ibu lalu dilahirkan dalam wujud diri.

10. Huruf La

Berarti ‘langgeng’ atau ‘abadi’, la yang mengandung arti langgeng ini juga nyata menunjukkan bahwa hanya Tuhan YME sendirian yang langgeng di dunia ini, berarti abadi pula untuk selama-lamanya.

11. Huruf Pa

Berarti ‘papan’ atau ‘tempat’, yaitu papan Tuhan YME-lah yang memenuhi alam jagad raya ini, jagad gede juga jagad kecil (manusia).

12. Huruf Dha

Berarti dhawuh, yiatu perintah-perintah Tuhan YME inilah yang terletak dalam diri dan besarnya Adam, manusia yang utama.

13. Huruf Ja

Berarti ‘jasad’ atau ‘badan’. Jasad Tuhan YME itu terletak pada sifat manusia yang utama.

14. Huruf Ya

Berarti ‘dawuh’. Dawuh di sini mempunyai lain arti dengan dhawuh di atas, karena dawuh berarti selalu menyaksikan kehendak manusia baik yang berbuat jelek maupun yang bertindak baik yang selalu menggunakan kata-katanya “Ya”.

15. Huruf Nya

Berarti ‘pasrah’ atau ‘menyerahkan’. Jelasnya Tuhan YME dengan ikhlas menyerahkan semua yang telah tersedia di dunia ini.

16. Huruf Ma

Berarti ‘marga’ atau ‘jalan’. Tuhan YME telah memberikan jalan kepada manusia yang berbuat jelek dan baik.

17. Huruf Ga

Berarti ‘gaib’, gaib dari Tuhan YME inilah yang terletak pada sifat manusia.

18. Huruf Ba

Berarti ‘babar’, yaitu kabarnya manusia dari gaibnya Tuhan YME.

19. Huruf Tha

Berarti ‘thukul’ atau ‘tumbuh’. Tumbuh atau adanya gaib adalah dari kehendak Tuhna YME. Dapat pula dikatakan gaib adalah jalan jauh tanpa batas, dekat tetapi tidak dapat disentuh, seperti halnya cahaya terang tetapi tidak dapat diraba atau pun disentuh, dan harus diakui bahwa besarnya gaib itu adalah seperti debu atau terpandang. Demikianlah gaibnya Tuhan YME itu (micro binubut).

20. Huruf Nga

Berarti ‘ngalam’, ‘yang bersinar terang’, atau terang/gaib Tuhan YME yang mengadakan sinar terang.

Demikianlah huruf Jawa yang 20 itu dan ternyata dapat digunakan sebagai lambang dan dapat diartikan sesuai dengan sifat Tuhan sendiri, karena memang seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Jawa yang menggunakan huruf Jawa itupun merupakan sabda dari Tuhan YME.

Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya merupakan sabda pangandikanipun) dari Tuhan YME di tanah Jawa.

B. Penyatuan Huruf atau Aksara Jawa 20

1. Huruf Ha + Nga

Hanga berarti angan-angan.


Dimaksudkan dengan angan-angan ini ialah panca indra yaitu lima indra, seperti:

1. Angan-angan yang terletak di ubun-ubun (kepala) yang menyimpan otak untuk memikir akan keseluruhan keadaan.

2. Angan-angan mata yang digunakan untuk melihat segala keadaan.

3. Angan-angan telinga yang dipakai untuk mendengar keseluruhan keadaan.

4. Angan-angan hidung untuk mencium/membau seluruh keadaan.

5. Angan-angan mulut yang digunakan untuk merasakan dan mengunyah makanan.

2. Huruf Na + Ta

Noto, berarti ‘nutuk’.

3. Huruf Ca + Ba

Caba, berarti coblong (lobang) dan kata tersebut di atas berarti wadah atau tampat yang dimilki oleh lelaki atau wanita saat menjalin rasa menjadi satu; adanya perkataan kun berarti pernyataan yang dikeluarkan oleh pria dan wanita dalam bentuk kata ya dan ayo dan kedua kata tersebut mempunyai persamaan arti dan kehendak yaitu mau.

4. Huruf Ra + Ga

Raga, berarti ‘badan awak/diri’. Kata raga atau ragangan merupakan juga kerangka dan kehendak pria dan wanita ketika menjalin rasa menjadi satu karena bersama-sama menghendaki untuk menciptakan raga atau diri agar supaya dapat terlaksana untuk mendapatkan anak.

5. Huruf Ka + Ma

Kama, berarti ‘komo’ atau biji, bibit, benih. Setiap manusia baik laki-laki atau wanita pastilah mengandung benih untuk kelangsungan hidup; oleh karena itu di dalam kata raga seperti terurai di atas merupakan kehendak pria dan wanita untuk menjalin rasa menjadi satu. Karena itulah maka kata raga telah menunjukkan adanya kedua benih yang akan disatukan dengan melewati raga, dan dengan penyatuan kama dari kedua belah pihak itu maka kelangsungan hidup akan dapat tercapai.

6. Huruf Da + Nya

Danya atau donya atau dunia.

Persatuan kedua benih atau kama tadi mengakibatkan kelahiran, dan kelahiran ini merupakan calon keturunan di dunia atau (alam) donya; dengan demikian dapat dipahami kalau atas kehendak Tuhan YME maka diturunkanlah ke alam dunia ini benih-benih manusia dari Kahyangan dengan melewati penyatuan rasa kedua jenis manusia.

7. Huruf Ta + Ya

Taya atau toya, yaitu ari atau banyu. Kelahiran manusia (jabang bayi) diawali dengan keluarnya air (kawah) pun pula kelahiran bayi tersebut juga dijemput dengan air (untuk membersihkan, memandikan dsb); karena itulah air tersebut berumur lebih tua dari dirinya sendiri disebut juga mutmainah atau sukma yang sedang mengembara dan mempunyai watak suci dan adil.

8. Huruf Sa + Ja

Saja atau siji atau satu. Pada umumnya kelahiran manusia (bayi) itu hanya satu, andaikata jadi kelahiran kembar maka itulah kehendak Tuhan YME. Dan kelahiran satu tersebut menunjukkan adanya kata saja atau siji atau satu.

9. Huruf Wa + Da

Wada atau wadah atau tempat. Berbicara tentang wadah atau tempat, sudah seharusnya membicarakan tentang isi pula, karena kedua hal tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan demikian timbul pertanyaan mengenai wadah dan isi, siapakah yang ada terlebih dahulu.
Pada umumnya dikatakan kalau wadah harus diadakan terlebih dahulu, baru kemudian isi, sebenarnya hal ini adalah kurang benar. Yang diciptakan terlebih dahulu adalah isi, dan karena isi tersebut membutuhkan tempat penyimpanan, maka diciptakan pula wadahnya. Jangan sampai menimbulkan kalimat “Wadah mencari isi” akan tetapi haruslah “Isi mencari wadah” karena memang ‘isi’ diciptakan terlebih dahulu.


Sebagai contoh dapat diambilkan di sini: rumah, sebab rumah merupakan wadah manusia, dan manusia merupakan isi dari rumah. Jadi jelaslah bahwa sebenarnya isilah yang mencari wadah.
Sebagai bukti dari uraian di atas, dapatlah dijelaskan bahwa: kematian manusia berarti (raga) ditinggalkan isi (hidup). Bagai pendapat yang mengatakan “wadah terlebih dahulu diciptakan” maka mengenai kematian itu seharusnya wadah mengatakan supaya isi jangan meniggalkan terlebih dahulu sebelum wadah mendahului meninggalkan. Hal ini jelas tidak mungkin terjadi, apalagi kalau kematian itu terjadi dalam umur muda dimana kesenangan dan kepuasan hidup tersebut belum dialaminya.


Demikianlah persoalan wadah ini dengan dunia, karena sebelum dunia ini diciptakan (sebagai wadah) maka yang telah ada adalah (isinya) Tuhan YME. Pendapat lain mengatakan kalau sebelum diadakan jalinan rasa maka keadaan masih kosong (awangawung). Tetapi setelah jalinan rasa dilaksanakan oleh pria dan wanita maka meneteslah benih dan apabila benih tadi mendapatkan wadahnya akan terjadi kelahiran. Sebaliknya kalau wadah tersebut belum ada maka kelahiran pun tidak akan terjadi, yang bearti masih suwung atau kosong. Meskipun begitu, “hidup’ itu tetap telah ada demikian pula “isi’, dan dimanakah letak isi tadi ialah pada ayah dan ibu. Maka selama ayah dan ibu masih ada maka hidup masih dapat membenihkan biji atau bibit.

10. Huruf La + Pa

Lapa atau mati atau lampus. Semua keadaan yang hidup selalu dapat bergerak, keadaan hidup tesebut kalau ditinggal oleh hidup maka disebut dengan mati. Sebenarnya pemikiran demikian itu tidak benar, akan tetapi kesalahan tadi telah dibenarkan sehingga menjadi salah kaprah. Sebab yang dikatakan mati tadi sebenarnya bukanlah kematian sebenarnya, akan tetapi hidup hanyalah meninggalkannya saja yaitu untuk mengembalikan semua ke asalnya, hidup kembali kepada yang menciptakan hidup, karena hidup berasal dari suwung sudah tentu kembali ke suwung atau kosong (awangawung) lagi. Akan tetapi sebenarnya dapatlah dikatakan bahwa suwung itu tetap ada sedangkan raga manusia yang berasal pula dari tanah akan kembali ke tanah (kuburan) pula.

Wallahua’lam


Pemikiran Mencius Oleh: Laura Market, Sound of Hope

Dalam kebudayaan Tionghoa, ada banyak sekali pepatah Tiongkok yang sangat kaya makna. Satu kalimat dalam pepatah yang sederhana itu ternyata dapat membawa pikiran seseorang untuk menemukan kebenaran.

Salah satunya adalah : “Mencuri seekor ayam setiap bulan” adalah pepatah dari Mencius (722-481 SM.)

Dai Ying, pejabat pemerintah dari Daerah Song memutuskan untuk mengurangi pungutan. Dia bertanya kepada Mencius, “Saya ingin menghapuskan pungutan. Tapi kita tidak memiliki penghasilan yang cukup. Bagaimana, apakah kita sebaiknya memotong pungutannya sedikit saja dulu, dan tunggu tahun depan sebelum menerapkan penghapusan pungutan?” Mencius berkata, “Ada seorang yang setiap hari mencuri seekor ayam dari tetangganya tiap hari. Dia sudah diberitahu, “Ini bukan kelakuan seorang lelaki bermoral.” Kemudian lelaki itu berkata:“Oke, saya akan mengurangi jumlah ayam yang saya curi. Saya akan mencuri seekor ayam tiap bulan dan tahun depan saya tidak akan mencuri lagi.” Dia padahal sudah mengerti bahwa yang dilakukannya itu salah, tapi dia masih belum bisa stop. Kenapa harus tunggu tahun depan?

Pepatah “Mencuri seekor ayam setiap bulan” ini merujuk pada perbuatan seseorang yang sebenarnya sudah menyadari bahwa yang dilakukannya salah, tapi orang tersebut tidak segera memperbaiki diri. Kelihatannya sulit saat ini, tapi saat kita memikirkan kembali makna dibalik pepatah sederhana itu, mungkin pemikiran kita yang kompleks itu bisa menjadi lebih sederhana, dan kita dapat menemukan satu jalan untuk merubah kebiasaan buruk secara total.

Mencius sangat baik dalam menggunakan analogi untuk mengilustrasikan maksudnya. Dia berkata bahwa memerintah negara adalah suatu hal yang sederhana, adalah hanya masalah apakah sang pemimpin mau berusaha atau tidak. Adipati Xuan dari daerah Qi pernah bertanya kepadanya, “Dapatkah kamu menjelaskan perbedaan antara “usaha yang kurang” dan “ketidakmampuan”? Mencius berkata, “Jika seseorang memintamu untuk membawa Gunung Tai dengan tangan dan meloncati Laut Utara, dan kamu berkata, “Saya tidak mampu”, itu adalah betul-betul kamu tak mampu. Tapi apabila seseorang memintamu untuk mematahkan ranting pohon dan kamu berkata, “Saya tak mampu”, itu adalah bentuk dari usaha yang kurang. Memerintah negara tidaklah sesulit seperti membawa Gunung Tai dengan tangan dan meloncati Laut Utara. Itu semudah mematahkan ranting pohon.” Untuk jelasnya: Seperti kita memperhatikan keluarga kita yang sudah berumur, seperti itulah juga kita memperhatikan semua keluarga orang lain yang sudah berumur. Seperti kita perhatian kepada anak-anak kita, seperti itulah juga kita perhatian dengan anak-anak orang lain. Bila kamu dapat melakukan hal ini, kamu akan merangkul seluruh negara didalam tanganmu.”

Kisah ini mengilustrasikan bahwa menjadi jujur kepada orang lain dan diri sendiri, seseorang dapat menemukan kebijakan sejatinya. Saat diri penuh belas kasih dan toleransi, seseorang dapat melakukan hal yang besar.

Kisah ini sangat sederhana, namun maknanya yang mendalam tak lekang oleh waktu. (Erabaru/ch)

sumber: erabaru.or.id/200905092348/pemikiran-mencius.html

08 Mei 2009

Hikmah Bekerja adalah Ibadah, dari kisah sukses Penjual Pisang Goreng oleh Purwanto / Wan-chong (ex Biologi Siji)

SORE sore terasa nylekamin jika disisipi beberapa potong pisang goreng dan teh manis hangat. Setelah lelah dalam perjalanan dari site, laju kendaraan mengantarkan saya ke sebuah warung gorengan yang tidak jauh dari komplek perhotelan mentereng di negeri ini. Kaca mata bisnis saya selalu saja senang memperhatikan geliat orang-orang yang berani menolong diri sendiri dan keluarganya melalui usaha halal dalam bentuk apapun. Melihat warung ini, saya mencoba ngetung ngetung kira-kira berapa besar nilai bisnisnya. Bagaimana ngelolanya, bagaimana pemasarannya, teknik jual si pelayan dan berbagai hal-hal teoritis lainnya.

Seorang paruh baya menyodorkan sepiring pisang goreng ke hadapan saya sambil tersenyum ramah dan berbasa-basi mempersilahkan saya untuk mencicipinya sekaligus menanyakan minuman apa yang saya minati. Pemilik wajah yang begitu teduh dan damai itu bernama Sudiro yang akhirnya saya tahu bahwa panggilan akrabnya adalah Wak Diro.

Menikmati pisang goreng terasa lebih hangat dengan obrolan ringan bersama Wak Diro. Dalam guyonan yang mengalir saya tahu ternyata Wak Diro adalah perantau asal Kudus yang sudah 16 tahun menjual gorengan pisang. Dalam satu hari ia bisa menghabiskan satu tandan besar dan hasil penjualannya bisa menyekolahkan ke empat anaknya hingga menjadi sarjana. Wak Diro rupanya jebolan fakultas teknik universitas negeri tertua di Jogjakarta, walau ia hanya bisa sampai semester 5.

“ Kenapa tidak bisnis yang lain Wak? Atau menjadi pegawai negeri?” tanya saya menyelidik. Belum sempat menjawab pertanyaan saya, ia membungkukan badan tanda permisi kepada saya karena datang satu mobil Kijang Inova baru yang mendekat. Ternyata mobil itu dikemudikan oleh istrinya yang mengantarkan sesuatu.

Pikiran saya berputar tak tentu. Tanpa sadar saya sedang ngukur kedalaman kantong orang tua ini. "Seorang penjual pisang goreng mampu menguliahkan keempat anaknya hingga sarjana dan kini didepan mata saya, si Istri datang dengan mobil baru yang tidak murah harganya".

Bukan cari uang

Sekali lagi saya jarah lagi semua sudut warung kecil itu. Penataan dagangan lumayan menarik, tetapi tidak istimewa. Kualitas produknya berupa gorengan juga terasa sama seperti pisang goreng ditempat lain. Atmosfir warung juga sama seperti warung-warung lain, walau yang ini terlihat lebih bersih dan terjaga. Sarana promosi sangat sederhana, hanya tulisan Pisang Goreng Panas yang ditulis tangan dengan kuas biasa. Daftar harga tercetak di selembar kertas terlaminasi yang ditempel di dinding sebelah kiri. Ada dua orang pegawai yang membantu menggoreng, membuat minuman dan melayani pelanggan sekaligus. Tetapi jumlah pembelinya silih berganti, tidak sederah air pancuran, tetapi datang satu-satu seperti tiada henti.

Tak lama kemudian istri Wak Diro pergi, kata Wak Diro, istrinya harus mengantar beberapa kertas tisue ke lima cabangnya yang lain. Dan informasi itu membuat saya memilih untuk bertahan lebih lama demi mengetahui apa rahasia sukses bisnis ini.

Setelah melewati beberapa basa-basi, lalu ia bertanya kepada saya, "Mas, sampean apa percaya sama Gusti Allah?". Sebuah pertanyaan yang sulit untuk dijawab, karena saya tidak bisa memperkirakan kemana arah pemikirannya.

Lalu tanpa menunggu jawaban saya, Wak Diro menjelaskan bahwa dalam 8 tahun terakhir Ia tidak lagi mencari uang semata, tapi Ia mencari Tuhan. "Uang bagi saya hanyalah sekadar bonus atas pencarian dan pengabdian saya ke Gusti Allah".

Seperti pengakuan kebanyakan manusia, Ia meyakini bahwa hanya Tuhan yang sanggup mengarahkan dirinya kepada kondisi apapun."Mas, saya bukan jualan pisang gorang lho", aku Wak Diro, "Saya ini sedang membantu orang-orang agar bisa beribadah dengan baik". "Wow..." pikir saya, apakah penjual pisang goreng ini masih waras?

"Saya ini senang membantu banyak orang dengan mengganjal perutnya agar ibadah shalat Ashar dan Maghrib-nya berjalan dengan baik, karena jam makan malam biasanya setelah Shalat Isya" terang Wak Dirno. Saya mulai memahami apa maksud kalimat Wak Diro sebelumnya, "Uang bagi saya hanyalah sekadar bonus atas pencarian dan pengabdian saya ke Gusti Allah".

Kini saya paham, mengapa ia begitu ramah menyambut tamu-tamunya, kualitas gorengan tetap terjaga baik ukuran maupun takarannya dan ruangan kedai ini tetap terjaga kebersihannya. Jelas bukan karena sekadar mencari uang, tetapi Wak Dirno sedang beribadah. Mencari keridhaan Tuhan. Seperti dijanjikan Allah ketika kita bersyukur, maka nikmat itu terus bertambah dan mengalir lancar.

Saya benar-benar terbayang betapa saya dan banyak sahabat saya yang kerja mati-matian siang -malam hanya sekadar mencari uang. Bayangan itu begitu asam terasa setelah mendengar pengakuan Wak Diro itu. Betapa Wak Diro sudah menemukan kunci dasar sukses bisnis. Ia tidak sekadar menjual jajanan, ia muncul dengan alasan yang lebih mulia. Pisang goreng hanya media mendapatkan ridha Sang Khalik. Semua bentuk kerja dan bisnis dikerjakannya dengan menghadirkan batin, tulus dan iklas.

Khawatir

"Bagian saya adalah mempermudah ibadah orang lain, bagian Gusti Allah menjaga saya Mas" "Saya hanya pasrah dan memohon agar selalu dituntun Gusti Allah" aku Wak Diro. "Apapun langkah saya, saya percaya Gusti Allah akan menyelamatkan saya. Jika saya dibawa ke kubangan kebo sekalipun, saya tetap percaya kalau itu adalah kehendak Gusti Allah dengan maksud tertentu agar saya mendapatkan hikmah atas perjalanan itu".

Menyelesaikan pisang terakhir, saya bertanya, "Wak, apakah sampean tidak khawatir dengan kenaikan BBM?", dengan ringan Wak Diro menjawab, "Lha wong, saya sudah serahkan hidup saya ke Gusti Allah, kok mesti kuatir?". Sambil mengulurkan uang kembalian ke saya, ia berujar, "Saya kan cuma kawulo, apakah pantes kalau saya ikut campur tangan 'ngatur kerjaan Kanjeng Gusti?"

Ayuh sapa melu balik nGgombong, masinise sawunggalih wis nunggoni nang senen

----------------------------------------------

oleh Purwanto Wan chong (ex Biologi Sidji)

06 Mei 2009

Orang yang Rendah Hati akan Mendapat Manfaat, yang Terbuai oleh Rasa Puas Diri akan Mendapatkan Kerugian Oleh: Grace Mann

Ada pepatah Tiongkok kuno yang berbunyi, “Orang yang Rendah Hati akan Mendapat Manfaat, yang Terbuai oleh Rasa Puas Diri akan Mendapatkan Kerugian”. Filsuf Tao terkenal Tiongkok, Lao Zi berkata, “Seseorang bisa mengambil keputusan yang bijak saat dia tidak menanggap dirinya serba pintar. Seseorang bisa dihormati atas jasa-jasanya saat dia tidak membesar-besarkan dirinya. Seseorang bisa mengukir prestasi besar apabila dia tidak sombong.

Seorang yang penuh toleransi pasti sarat dengan nasib baik. Seseorang yang tidak punya toleransi pasti minim dengan nasib baik. Menjadi seorang yang rendah hati atau sombong, menentukan takdir dan nasib seseorang. Orang yang rendah hati dengan karakter nan luhur, moralitasnya akan semakin menonjol. Oleh sebab itu, rendah hati adalah sebuah nilai moral positif yang harus dipertahankan setiap orang.

Pada zaman Chun-Qiu (770-476 SM) di Tiongkok kuno, Zi Lu, seorang pengikut Konfusius suatu hari pernah bertanya kepada Konfusius, “Mengapa seorang yang moralitasnya merosot cenderung menjadi sombong?” Konfusius berkata,: “Lihatlah sungai Yangtze, pada bagian hulu, yakni mata airnya pertama kali mengalir dari Gunung Wen, aliran sungainya tidak cukup kuat untuk mengapungkan sebuah cangkir. Namun sesampai di hilir, aliran sungai Yangtze begitu deras sehingga dapat mengapungkan banyak perahu diatasnya.” Zi Lu bertanya, “Apa maksudnya, Guru?” Konfusius menjelaskan, “Sungai Yangtze adalah sungai terpanjang di Tiongkok, tapi ia bukanlah apa-apa pada mulanya. Ia menjadi besar dan lebar sepanjang alirannya karena ia menerima banyak air dari anak sungai dan selokan yang berbeda-beda. Demikian pula yang terjadi pada kehidupan manusia.” Seseorang yang berhati-hati dalam perbuatannya tidak akan menonjolkan jasa-jasanya sebagai milik dia sendiri. Orang yang bertanggungjawab bersifat bijaksana dan murah hati. Ia selalu menghargai orang lain, punya sifat toleransi, memaafkan dan menepati janjinya. Sedangkan orang yang bermoral merosot tidak mengutamakan akhlak, ucapan dan perbuatannya tidak sesuai, inilah alasannya mengapa orang tersebut kelihatan sombong.”

Seorang raja bernama Da-Yu yang mendirikan Dinasti Xia, tidak pernah menyombongkan diri. Dia sering berkata, “Keunggulan setiap orang patut saya pelajari.” Saat orang lain menyampaikan nasihat, dia sering membungkuk hormat untuk menunjukkan terima kasihnya. Dia juga sangat terbuka untuk menerima masukan. Maka dia selalu dikenang atas keberhasilannya mengontrol banjir dan menjinakkan Huang He (Sungai Kuning).

Adipati Zhou juga adalah orang dengan talenta luar biasa, mempunyai kharisma dan keahlian, namun dia tidak arogan dan tidak berpikiran dangkal. Adipati Zhou menyikapi kaum cendikia dengan sopan santun dan rendah hati. Dia khawatir pemerintah akan kehilangan orang cendikia dalam proses perekrutan. Dia mengikuti mandat langit, menyusun tatacara Zhou dan menciptakan musik klasik Tiongkok kuno, Yayue.

Kaisar Taizong(599 - 649 M) dari Dinasti Tang mencapai kemuliaan dengan cara menerima berbagai kritik yang mungkin orang lain sulit menerimanya. Dia berusaha untuk tidak menggunakan kekuasaannya yang absolut itu. Dia sering berkata, “Pemimpin yang baik menjadi lebih bijaksana dengan belajar dari kekurangan dan kesalahannya, sebaliknya pemimpin yang irasional selamanya bodoh dengan menyembunyikan kekurangan dan kesalahannya.” Dia tidak hanya suka menerima nasehat, juga berani meminta nasehat. Inilah mengapa banyak duta besar negara sahabat berani mengungkapkan pendapat mereka dalam kepemimpinan kaisar Taizong di era Zhenguan, dan para menteri serta jajaran staffnya menjadi pejabat yang paling jujur dan bersih dari korupsi sepanjang sejarah Tiongkok kuno.

Pemimpin bijaksana dalam sejarah Tiongkok kuno selalu menghormati langit dan menjunjung akhlak, bersikap rendah hati, menghargai orang lain, mengendalikan diri sendiri, dan membimbing khalayak menuju kebaikan. Ini adalah contoh teladan kemoralan. Sebagai konsekuensinya, mereka diberkati oleh Tuhan. Pernahkan mereka menyombongkan dirinya? Bila raja-raja besar dan agung saja sangat rendah hati, mengapa kita tidak belajar dari mereka?

Shi Chong dan Wang Kai adalah dua orang berpengaruh pada zaman Dinasti Jin (265 - 420 M) yang bersaing satu sama lain membanggakan kekayaan mereka. Wang Kai membuat layar sutera ungu sepanjang 40 mil di jalan masuk rumahnya. Shi Chong menyainginya dengan membuat layar satin penuh warna sepanjang 50 mil. Kemudian, Wang Kai mempertontonkan harta berharganya yaitu sebuah kipas dari batu karang sepanjang satu kaki, hadiah mewah dari kaisar, pada perjamuan di rumahnya. Saat semua tamu sedang mengaguminya, Shi Chong menghancurkan benda tersebut dengan sebuah kapak, lalu dia memberikan Wang Kai batu karang sepanjang tiga kaki untuk menggantikan kerusakannya. Pada akhirnya, rumah Shi Chong dikepung oleh perampok. Shi Chong berkata dengan menghela nafas, “Kamu membunuh saya karena mengincar harta saya”. Sampai sebelum dibunuh, Shi Chong baru menyadari kesalahannya. Bila dia sadar lebih dini, dia tidak akan pamer kekayaan yang membuat orang lain iri dan tergiur. Sombong dan pamer dapat berakibat sangat fatal. Dengan menyimak kisah ini, bukankah kita dapat belajar untuk berhati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan kita? Lagipula, kekayaan dan keahlian diri sendiri bukanlah sesuatu yang dapat disombongkan. Bila seseorang menyombongkan kekayaan dan keahliannya, dia telah kehilangan moral dan bahkan lebih memalukan sebelum akhirnya bencana menghampirinya.

Sekali manusia menjadi congkak, dia akan terhalang dalam peningkatan moralitasnya. Terbuai dengan perasaan puas diri adalah halangan terbesar dalam peningkatan. Seseorang dapat memikul tanggungjawab yang penting hanya apabila dia gigih mencari kebenaran dan meningkatkan moralitasnya. Seseorang dapat mengajarkan orang lain menjadi baik dan menghancurkan elemen yang tidak baik hanya apabila dia bertoleransi pada yang lain. Ada pepatah Tiongkok kuno yang berkata, “Jangan berhutang. Siapa yang berhutang akan mendapat hutang, Siapa yang tidak bertempur tidak akan memiliki musuh.” (Erabaru/ch)

sumber: erabaru.or.id/200905052281/orang-yang-rendah-hati-akan-mendapat-manfaat-yang-terbuai-oleh-rasa-puas-diri-akan-mendapatkan-kerugian.html

    Alumni Fisika 1

    Agus Wuryantoro * Aminurohman * Atmaji Sukoco * Daniel Sadono * Djoko Triwidayanto * Djumono * Dwi "Sendrum" * Dwi Endri Setyowati * Eko Budi Prasetyo * Eko Sujatmiko * Eling Tumiarsih * Endang Mugiastuti * Endar Prastono * Fifi * Avanti Sulistyo Dewi * Halomon Purnomo Sitanggang * Haris Kurniawan * Hartoyo * Hikmah Nur Anggraeni * Imbuh Sulistyorini * Jarot Haryo Wibowo * Joko Sulistyo Tetuko * Joko Sutarno * Judi Elviana * Kasino * Kiswanto * Komariyah * Luthfi Bahyu Aji * Manisman * Mardiyono * Meini Arwati * Miko Hananto * Mukhamad Hasim Iswanto * Paiman * Pudjianto Eko Seno * Putut Wijonarko * Riyadi * Rudi Hartono (Alm) * Sigit Tri Wuryanto * Siti Rokhimah * Slamet Riyadi * Sugiri * Sugiyono * Susilo Wardoyo * Wihartoyo * Yohanes Sukmono

    Alumni Fisika 2

    Agung Budiyono * Agung Prabowo * Ambar Setyorini * Anwar * Mustajabul Mufid * Bambang Ari Prastono * Christina Melyana Rosita * Edi Kurniawan * Hartiningsih * Ie Ay Tjen * Imam Sudibyo * Marsidi * Munirudin * Puji Sri Diananingsih * Purwidiyanto * Ros Mariani * Rudi Aji Hermawan * Rudy Widyantara * Rusdi Pujianto * Sigit Pramudyana * Slamet * Slamet Rahardjo * Slamet Yudho Kusworo * Soenarso * Sri Setiyanti * Sugeng Riyadi * Sugiyanto * Suherman * Supriyanto * Supriyono Subegjo * Sutrisno * Tato Sri Hartono * Teguh Supriyanto * Tori Subiyanto * Tri Adi Wibowo * Tri Wahyudi * Tri Widiyarto Triyono * Umar Sahid * Uud Dharma Aji * Wahyu Indarto * Wasingah (Alm) * Wisnu Subiyanto * Wiwit Kurnanto * Yan Yan Garuyana * Yusda Indria Ambarwati * Yusuf Wibandoko

    Alumni Biologi 1

    Ana Satrianingsih * Antonius Rudi Sasongko * Arin Kurniawati * Arwiyani * Asti Hari Mulianingsih * Bagjowati Lestariningsih * Banu Hestiono * Budi Setyorini * Defrita Elijanti * Dian Saraswati * Djeni Edhi Wibowo * Dwiyanto Indrawan * Dyah Sri Sulistyani * Ekowati Puspitasari * Elisa Setiyawati * Endang Parjiatmi * Estiningtyas Dharmawasih * Hartono * Hedy Soeswandono * Hendrikus Awan Sudewo * Humaedi * Ibnu Wibowo * Indah Warni * Indaryati * Indrawati * Irianto * Isnaeni Widyawati * Karni Widiastuti * Khamid Rifai * Lina Septianingrum * Mohammad Fajar * Nurchayati Salamah * Pujianingsih * Purwanto * R.r. Nur Pawekas Widiastuti * Reni Nursanti * Rudi Sunarko * Sairin * Samirah * Saptono Susilo * Sri Hariyatiningsih * Sugiarti * Rinawati * Susi Harjanti * Tri Widiono

    Alumni Biologi 2

    Abu Darin * Ani Salamah * Bambang Edi Sumarno * Bambang * Setijawan * Dwi Haryanto (Karanganyar) * Edi Musriyanto * Edi Sutarto * Endang Dwi Astuti * Eri Nur Widiastuti * Hartiwi Indaryanti * Komarudin * Kusriyani * Liliek Hikam Himawan * Lilis Kurniawati *Martono (Tangerang) * Mastuti Kustianadjanti * Misman * Mujiono * Munirah * Novi Ratnawati Rahayu (Semarang) * Nur Chayati * Nurhayati Salamah * Prarianto * Respatiningsih * Setijono (Lampung) * Setiyadi (Bali) * Sri Haryani * Sri Purwanti Dewi * Sri Susmiyati * Sugito * Sulasmi * Sumartini * Supiarti * Supraptiningsih * Supriyadi * Suratmi * Suratmin * (Makasar) * Suratni * Sutji Nurhayati (Cilegon) * Tangguh Priatmoko Aji * Tanti Estiningsih * Teguh Setiawan * Tri Endar Suswatiningsih * Tuti Winarni * Wahyu Dwi Nugroho * Widi Hastina * Wing Wiharo (Solo) * Yunita Puspita Dewi

    Alumni Bahasa

    Ambar Pujiyatno * Anando Haryanto * Arief Prasetyo * Arlisman * Beti Rosmawati * Cahyo Pramono * Darwati * Dasuki Suprapto * "Didot" * Dwi Astuti * Edi Suprapto * Ellya * Nila Kusuma * Eni Kusrini * Ety Yuliastuti * Fajar Iva * Ganang Sutopo * Jusiphie Swasti Putra Utami * Kodriyanto * Kristanti Nurwidiyani * M. Romadi * Maria Theresia Ita * Wahyu Yuda Wasti * Muji Sumarti * Muridan * Ninik Ariyani * Nugro Ratnasari * Reny Citasary * Sakimun * Safyudin * Sri Subiyanti * Sulis Tiyowati * Supriyati * Swari Panca Utami * Teguh * Setiyono * Titi Purnawati * Triyanto * Tuti Sugiarti * Urip Danang Nugroho * Walgiyati * Warih Prabowo * Waris * Ronggowarsito * Wiwik Widiasih * Wury Udaningsih * Yatiningsih

    Alumni IPS 1

    Bambang Purwanto * Catherima Neni Suryandari * Christina * Indah Haryanti * Darsimin * Dedi Noerwahyudi * Djatining * Palupi * Djoko Tri Hantoro * Dumpyuk Eti Nurani * Edhi Sasono * Eko Heri Kiswanto * Eko Wahyudiono * Eli Susmieni * Erma Sulistianingsih * Fifti Miniasih * Fitri Rokhmah * Ignatius Edi Saptomo * Ignatius Sigit Kuncoro * Indra Lasmonowati * Kartika Rusmartini * Kasman * Margaretha Indarti Sukmawati * Maryati Is Purwanti * Moh. Basyarudin * Neni Budi Pratiwi * Nugroho Ediharjo * Nuniek Indriani * Purwanti * Risbudiyono * Sigit Priyadi * Slamet Widodo * Sri Kurniati Khofifah * Sri Suprapti * Sudjud Pambudi * Suharyati * Suharyatun * Susianto * Sutadi * Sutarto * Sutomo * Tien Herawati * Toto Tri Baryanto

    Alumni IPS 2

    Abdul Chodik Mukti * Aminah Zuhriyah * Amrih Wibowo * Ananto Handoyo * Anytri Juliawati * Arum Hapsariningtyas * Bambang Mulyono * Barkah Widiyati * Bibit Murti Rahayu * Catur Prasetyo * Dany Wibowo * Densy Fianti * Djuli Setijadi * Dwi Safarini * Dwi Suprihatiningsih * Joko Waluyo * Jony * Wijonarto * Maria Sri Sulastri * M Guntur Prahoro * Minarti * Mugi Rahayu * Muslimah * Restu Ariyani * Retno Wardani * Rina Susanti * Romelani * Roni Andarwantoro * Roslitasari * Rr. Tunjung Bayuwati * Rusmono * Santoso Ari * Nurhadi * Setiyowati * Slamet Riyadi * Sri Indah Wahjuni * Sri Sulastri * Stepanus Setyo Widiyanto * Siti Murfingah * Sugiarto * Supadmi * Suripto * Syaifulludin * Tresnani * Tri Budi Susetyo * Umi Fatimah Warisno * Widiyanti * Widodo

    Sekretariat

    * PondokJaya, Sektor 3A, BintaroJaya, Tangerang
    * Jl. Parkit Sektor2, BintaroJaya, Jakarta Selatan

    Email : DePOTTER90@Ymail.com

    Followers