Lho, masuk surga kok ragu-ragu. Bukannya kata guru agama kita surga itu enak dan serba nyaman, malah semua yang serba enak dan nyaman dikatakan seakan di surga. Jadi ceritanya tuh begini.
Kemaren
Dalam angkutan kota waktu pulang kantor, ketika angkot berhenti sejenak di depan CIMOL (Cilandak Mol kali), tiba-tiba serombongan anak masuk. Rombongan itu terdiri dari satu anak perempuan tanggung menggendong anak 2 tahunan, satu anak laki-laki 8 tahunan dan satu anak perempuan 5 atau 6 tahunan. Si anak perempeuan itu membagikan amplop dan kemudian mereka nyanyi entah lagu apa. Mereka ngamen dan mengharapkan santunan. Otak dan batinku berkecamuk antara mau ngasih dan tidak ngasih. Dan aku nggak ngasih. Satu angkot nggak ada yang ngasih satupun. Dan ketika mereka telah pergi aku merasa bersalah....
Hari ini
Tadi di depan apotek deket ATM di pertigaan deket workshop tempatku kerja ada seorang bapak duduk di teras Apotek dengan anak laki-laki (nya?) yang tertidur dipangkuannya. Kepala anak itu ditutupi dengan kertas semen biar nggak kepanasan, karena kebetulan sinar matahari lansung jatuh ke teras. Penampilan kumuh si bapak sangat merepresentasikan seorang pengemis yang bangun tidur di teras itu. Ketika melaluinya, tiba-tiba aku tergerak untuk memberikan sedikit hartaku kepada bapak itu. Tapi aku cuma tertegun, ragu-ragu. Jangan-jangan bapak ini bukan pengemis.
Jadi udah dua hari ini aku ragu-ragu masuk surga
Kemaren
Dalam angkutan kota waktu pulang kantor, ketika angkot berhenti sejenak di depan CIMOL (Cilandak Mol kali), tiba-tiba serombongan anak masuk. Rombongan itu terdiri dari satu anak perempuan tanggung menggendong anak 2 tahunan, satu anak laki-laki 8 tahunan dan satu anak perempuan 5 atau 6 tahunan. Si anak perempeuan itu membagikan amplop dan kemudian mereka nyanyi entah lagu apa. Mereka ngamen dan mengharapkan santunan. Otak dan batinku berkecamuk antara mau ngasih dan tidak ngasih. Dan aku nggak ngasih. Satu angkot nggak ada yang ngasih satupun. Dan ketika mereka telah pergi aku merasa bersalah....
Hari ini
Tadi di depan apotek deket ATM di pertigaan deket workshop tempatku kerja ada seorang bapak duduk di teras Apotek dengan anak laki-laki (nya?) yang tertidur dipangkuannya. Kepala anak itu ditutupi dengan kertas semen biar nggak kepanasan, karena kebetulan sinar matahari lansung jatuh ke teras. Penampilan kumuh si bapak sangat merepresentasikan seorang pengemis yang bangun tidur di teras itu. Ketika melaluinya, tiba-tiba aku tergerak untuk memberikan sedikit hartaku kepada bapak itu. Tapi aku cuma tertegun, ragu-ragu. Jangan-jangan bapak ini bukan pengemis.
Jadi udah dua hari ini aku ragu-ragu masuk surga
0 comments:
Posting Komentar