Konon dunia perbankan Indonesia prihatin karena menabung belum menjadi budaya bangsa. Bahkan sampai orang nomor satu di negeri ini Presiden SBY mencanangkan program 'Ayo Menabung'.
Tulisan ini seperti tulisan saya sebelumnya memang tidak ilmiah wong saya tidak pernah belajar ekonomi apalagi perbankan. Ini hanya tulisan pinggir jalan. Tapi bisa jadi tulisan ini mewakili sebagian diantara kita.
Kembali ke tema awal seperti tertulis pada judul diatas. Kalau pertanyaan pada judul tulisan ditanyakan pada teman-teman pilih nabung atau pilih hutang jawabannya tidak terlalu sulit. Tergantung pada konteknya.
Bagi orang-orang pinggiran atau terpinggirkan. Tentu tidak akan memilih menabung. "Emangnya kalau nabung bisa beli rumah Tipe 21 atau RSS?" Seandainya sekarang harga rumah tipe seperti itu tiga puluh juta rupiah, lima belas tahun lagi saat uang kita sudah tigapuluh juta, harganya sudah berubah jadi selangit. Lah, padahal sekarang tetap harus bayar kontrakan.
Lebih lebay lagi kalau ada yang mengatakan "Apanya yang mau ditabung mas, wong buat biaya sehari-hari saja masih bagus kalau nggak 'ngebon' ke warung sana-sini".
Sekarang meningkat dikit untuk orang-orang 'kelas menengah' atau yang merasa sudah 'kelas menengah'. Mau beli mobil atau motor. Pilih mana? Nabung dulu baru beli kendaraan atau beli tapi ngutang (baca: kredit, biar agak keren). Jawabannya bisa macam-macam. Pembaca tulisan ini mungkin bisa bantu menjawab. Hehe... sori ya namanya juga tulisan pinggiran. Boleh dong minta pendapat pembaca.
Disisi lain biaya administrasi untuk tabungan kelewat mahal. Bayangkan saja untuk biaya administrasi sebuah tabungan angkanya bisa lebih dari seratus ribu rupiah per tahun. Jadi kalau tabungan cuma puluhan ribu saja, misalnya buat mengajari anak-anak menabung. wah bakal tekor itu tabungan. Bukan punya saldo malah habis buat membiayai perbankan yang sudah kaya.
Lain halnya kalau ditanyakan kepada orang yang kelebihan duit. Pertanyaannya bukan lagi 'menabung atau menghutang?' Tapi Menabung (baca: Investasi) dimana?
Alasan lain kenapa kita harus menghutang, karena perbankan juga yang mengajari kita 'pintar berhutang' dengan memberikan banyak produk. Seperti Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Renovasi Rumah, Kredit Kendaraan dan sebagainya. Bahkan konon ada Kredit buat biaya pernikahan. (Gak tau nih untuk Pernikahan Siri ada apa tidak). Tak kalah populer yakni kredit 'kecil-kecil' seperti Kartu Kredit dengan persyaratan yang sangat mudah. Bahkan ada Bank yang menawarkan dengan persyaratan administrasi diisi oleh Bank sendiri, entah dimanipulasi atau tidak yang jelas calon Kreditur cukup isi formulir dan tidak perlu biaya Administrasi (Iuran) Tahunan.
Jadi perilaku masyarakat, dalam hal ini tak pernah lepas dari kebijakan dari atas sono (hehe.. gak tau atas itu yang mana). Wong sekarang katanya rakyat yang berkuasa/diatas juga kok.... dengan 'demo-kresi dan demo-n-trasi'.
Tulisan ini seperti tulisan saya sebelumnya memang tidak ilmiah wong saya tidak pernah belajar ekonomi apalagi perbankan. Ini hanya tulisan pinggir jalan. Tapi bisa jadi tulisan ini mewakili sebagian diantara kita.
Kembali ke tema awal seperti tertulis pada judul diatas. Kalau pertanyaan pada judul tulisan ditanyakan pada teman-teman pilih nabung atau pilih hutang jawabannya tidak terlalu sulit. Tergantung pada konteknya.
Bagi orang-orang pinggiran atau terpinggirkan. Tentu tidak akan memilih menabung. "Emangnya kalau nabung bisa beli rumah Tipe 21 atau RSS?" Seandainya sekarang harga rumah tipe seperti itu tiga puluh juta rupiah, lima belas tahun lagi saat uang kita sudah tigapuluh juta, harganya sudah berubah jadi selangit. Lah, padahal sekarang tetap harus bayar kontrakan.
Lebih lebay lagi kalau ada yang mengatakan "Apanya yang mau ditabung mas, wong buat biaya sehari-hari saja masih bagus kalau nggak 'ngebon' ke warung sana-sini".
Sekarang meningkat dikit untuk orang-orang 'kelas menengah' atau yang merasa sudah 'kelas menengah'. Mau beli mobil atau motor. Pilih mana? Nabung dulu baru beli kendaraan atau beli tapi ngutang (baca: kredit, biar agak keren). Jawabannya bisa macam-macam. Pembaca tulisan ini mungkin bisa bantu menjawab. Hehe... sori ya namanya juga tulisan pinggiran. Boleh dong minta pendapat pembaca.
Disisi lain biaya administrasi untuk tabungan kelewat mahal. Bayangkan saja untuk biaya administrasi sebuah tabungan angkanya bisa lebih dari seratus ribu rupiah per tahun. Jadi kalau tabungan cuma puluhan ribu saja, misalnya buat mengajari anak-anak menabung. wah bakal tekor itu tabungan. Bukan punya saldo malah habis buat membiayai perbankan yang sudah kaya.
Lain halnya kalau ditanyakan kepada orang yang kelebihan duit. Pertanyaannya bukan lagi 'menabung atau menghutang?' Tapi Menabung (baca: Investasi) dimana?
Alasan lain kenapa kita harus menghutang, karena perbankan juga yang mengajari kita 'pintar berhutang' dengan memberikan banyak produk. Seperti Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Renovasi Rumah, Kredit Kendaraan dan sebagainya. Bahkan konon ada Kredit buat biaya pernikahan. (Gak tau nih untuk Pernikahan Siri ada apa tidak). Tak kalah populer yakni kredit 'kecil-kecil' seperti Kartu Kredit dengan persyaratan yang sangat mudah. Bahkan ada Bank yang menawarkan dengan persyaratan administrasi diisi oleh Bank sendiri, entah dimanipulasi atau tidak yang jelas calon Kreditur cukup isi formulir dan tidak perlu biaya Administrasi (Iuran) Tahunan.
Jadi perilaku masyarakat, dalam hal ini tak pernah lepas dari kebijakan dari atas sono (hehe.. gak tau atas itu yang mana). Wong sekarang katanya rakyat yang berkuasa/diatas juga kok.... dengan 'demo-kresi dan demo-n-trasi'.
1 comments:
Kalau ada bank yang bisa kasih kredit buat nikah siri aku ndaftar mas.
Posting Komentar